Pendidikan antikorupsi merupakan bagian dari pendidikan karakter. Dengan kata lain, pendidikan antikorupsi adalah pendidikan karakter yang memberikan penekanan pada 9 nilai antikorupsi yang dikembangkan oleh KPK, yaitu: jujur, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, mandiri, adil, berani, dan peduli. Kesembilan nilai tersebut menjadi bagian dari 18 nilai pendidikan karakter yang telah dikembangkan dan diimplementasikan sebelumnya di sekolah. Keterkaitan antara nilai-nilai pendidikan karakter dan nilai-nilai antikorupsi.
Sebagaimana halnya dengan pendidikan karakter, pendidikan antikorupsi bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan antikorupasi merupakan usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya.
Untuk itu, pendidikan antikorupsi harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik (loving good ) atau moral feeling dan perilaku yang baik (moral action), sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik.
Perilaku atau tindakan korupsi di samping akibat dari ketidaktahuan pelakunya terhadap dampak tindakannya kepada kehidupan masyarakat secara keseluruhan, juga menyangkut kebiasaan, sikap mental, dan adanya kesempatan, maka pencegahan berkembangnya sikap mental yang demikian harus dilakukan melalui proses enkulturasi atau pembudayaan.
Dalam proses pembudayaan, di samping pembiasaan, hal terpenting lainnya adalah keteladanan dari pimpinan sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan sehingga pada gilirannya para peserta didik juga mampu menjadi teladan bagi orang-orang di sekitarnya. Dalam konteks inilah pendidikan antikorupsi diimplementasikan dalam bentuk internalisasi nilai-nilai antikorupsi kepada peserta didik melalui seluruh kegiatan sehari-hari di sekolah.
Pendidikan antikorupsi dilakukan secara holistik dan menyeluruh melalui proses pembelajaran di kelas dan luar kelas, kegiatan keseharian peserta didik dan kegiatan belajar, integrasi ke dalam mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.
Penginternalisasian nilai-nilai dapat diawali dengan penegakan disiplin berdasarkan aturan, kode etik, dan tata tertib sekolah secara konsisten kepada semua warga sekolah. Dengan kata lain, penegakan disiplin tidak hanya berlaku ketat bagi peserta didik, tetapi juga bagi unsur pimpinan, manajemen, dan para pendidik dan tenaga kependidikan lainnya sebagai suri teladan bagi peserta didik.
Pembudayaan nilai-nilai antikorupsi juga dapat dilakukan dengan terus berkomitmen untuk selalu berlaku jujur, disiplin, dan bertangung jawab dalam segala hal, mulai dari penyelenggaraan manajemen, proses pembelajaran, dan kegiatan-kegiatan lain yang dilaksanakan dalam rangka pengasuhan dan pembinaan kepada peserta didik, misalnya penilaian yang jujur, sportif dalam lomba, berani menolak segala bentuk pemberian hadiah yang akan mempengaruhi keputusan, jika ada ucapan terimakasih dari orang tua peserta didik kepada guru, hadiah tersebut disampaikan secara terbuka dan dikumpulkan oleh kepala sekolah untuk kesejahteraan bersama.
Dalam proses pembelajaran, jika eksistensi diri secara pedagogi sudah dipahami oleh para pendidik, orang tua, dan masyarakat, maka jadikanlah eksistensi diri itu sebagai dasar-dasar pendidikan agar dapat menguatkan jati diri setiap peserta didik.
Harapannya peserta didik menjadi orang yang berbudaya integritas, yaitu orangorang yang memiliki keselarasan antara pikiran, ucapan, tindakan, dan hati nurani.
Upaya ini diiringi dengan memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan hak-hak mereka dalam membangun kehidupan yang berintegritas dan bermartabat. Hal ini dapat terwujud apabila proses pendidikan dilakukan dengan pembelajaran yang bermakna dan mencerdaskan.
Para peserta didik harus betul-betul diyakinkan bahwa apa-apa yang mereka terima dalam pembelajaran adalah hal-hal yang sangat bermanfaat bagi kehidupan mereka nanti. Mereka akan tumbuh menjadi pribadi dengan kontrol diri yang kuat. Ini berarti bahwa implementasi pendidikan anti korupsi pada dasarnya adalah upaya mengembalikan pendidikan pada fungsi yang sebenarnya, yaitu membangun kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif secara utuh.
Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan seluruh potensi melalui berbagai kegiatan pembelajaran misalnya simulasi, reflekuhan indra peserta didik melalui berbagai kegiatan seperti: eksplorasi, elaborasi, konfirmasi, dan pembiasaan yang dilaksanakan secara rutin, terprogram, dan spontanitas di sekolah. Melalui cara-cara itu energi aktif-positif yang muncul dari dalam diri peserta didik sebagai individu akan terbangun secara kokoh dan solid. Itulah makna sejatinya pendidikan yang dapat menangkis budaya korupsi yang saat ini tumbuh merajalela.