Sri percaya, pendidikan bisa dimulai dari dapur sekolah. Anak-anak tidak hanya mendapat asupan bergizi, tetapi juga belajar disiplin dan tanggung jawab.

Dari Dapur Sekolah, Sri Sayekti Membangun Masa Depan Anak

sdmuh1solo.sch.id – Aroma sop ayam kampung mengepul dari dapur SD Muhammadiyah 1 Ketelan, Surakarta, Jawa Tengah. Di lorong sekolah, anak-anak berbaris rapi sambil membawa piring. Wajah mereka semringah. Setelah mengambil nasi hangat, sop dengan suwiran ayam, sayur kol dan wortel, serta tempe goreng, mereka duduk tenang di meja.

Doa singkat terucap, lalu sendok-sendok kecil mulai bergerak. Hampir tak ada sisa makanan, bahkan ada yang menambah, dan semua mencuci piringnya sendiri.

Bagi banyak orang, itu mungkin hanya rutinitas makan siang. Tetapi, bagi Sri Sayekti (54), kepala sekolah sejak 2015, momen sederhana itu adalah simbol perjalanan panjang penuh kerikil dan keyakinan: pendidikan bisa dimulai dari dapur sekolah dan meja makan.

Ketika baru menjabat, Sri melihat dua masalah besar. Pertama, penjaja makanan tak sehat yang mengepung sekolah. Kedua, kantin sekolah sendiri dikelola penjaga sekolah dengan menu seadanya: makanan dan minuman instan, dengan pewarna dan pengawet yang tak terawasi.

Sri, yang berpegang pada prinsip ”hal yang baik akan bermanfaat jika dibagikan”, tidak tinggal diam. Ia ingin merombak pola konsumsi siswa yang tidak sehat itu dengan menggagas dapur dan kantin sehat, yang dikelola langsung oleh sekolah.

Namun, langkah itu awalnya memicu penolakan. Penjaga sekolah yang menggantungkan nafkah dari kantin merasa terancam. Sri bahkan dihujat di media sosial dan dilaporkan ke perserikatan Muhammadiyah. ”Saya dituduh berjualan dengan mengatasnamakan program sekolah,” kenangnya, Rabu (24/9/2025), di Surakarta.

Ia bisa saja mundur. Tetapi, Sri memilih sabar, berdialog, dan menjelaskan bahwa tujuan utama adalah melindungi anak-anak, bukan mencari untung. ”Kalau anak-anak sehat, mereka bisa belajar lebih baik. Itu yang utama. Tak ada niat mencari untung,” katanya.

Berkat dukungan guru, orangtua, dan warga sekitar, ia berhasil mengumpulkan dana sekitar Rp 80 juta untuk merombak ruangan dapur dan kantin, membeli peralatan sesuai standar kesehatan, dan memperbaiki alur penyajian. Dari situlah dapur dan kantin sehat lahir.

Gizi, disiplin, dan literasi keuangan
Sejak beroperasi, dapur ini bukan hanya tempat memasak, tetapi juga ruang belajar. Anak-anak dididik tentang makanan sehat dan berimbang, mengambil makanan sesuai porsi, menghabiskannya tanpa sisa, dan mencuci piring sendiri. Guru mendampingi dengan sabar, ada yang dulu benci sayur, kini justru meminta tambahan.

Bagi Sri, makan siang bersama adalah ekosistem pendidikan. Anak-anak tidak hanya mendapat asupan bergizi, tetapi juga belajar disiplin, tanggung jawab, kebersamaan, dan rasa hormat pada makanan

Inovasi lain yang ia terapkan adalah M1Smart Card, kartu pintar yang digunakan siswa untuk membayar makanan di kantin. Dengan kartu ini, anak-anak belajar mengelola saldo yang diisi orangtua sehingga mereka terlatih membedakan kebutuhan dan keinginan.

”Kami ingin anak-anak belajar hemat dan bertanggung jawab sejak dini. Sekaligus, mereka terbiasa dengan budaya cashless dan mengelola uang,” ujar Sri.

Tak hanya murid, pekerja dapur pun dibekali pendidikan. Sri mewajibkan semua juru masak dan petugas kantin mengikuti pelatihan keamanan pangan dan sanitasi.

Mereka belajar mencuci tangan dengan benar, menjaga kebersihan peralatan, memisahkan bahan mentah dan matang, mengatur suhu penyimpanan, hingga teknik penyajian yang aman. Pekerja juga menjalani pemeriksaan kesehatan rutin untuk memastikan tidak ada penyakit menular yang berisiko menyebar ke anak-anak.

”Semua sudah mendapat sertifikat pelatihan. Jadi, bukan hanya anak-anak yang belajar disiplin, tetapi juga para pengelola kantin. Kami ingin semuanya berjalan sesuai standar,” kata Sri.

Orangtua pun dilibatkan. Menu diumumkan di awal agar bisa disesuaikan dengan kebutuhan anak yang alergi. Iuran per porsi ditetapkan Rp 7.000, lalu naik menjadi Rp 10.000 seiring kenaikan harga bahan. Petani lokal diajak memasok sayur, beras, dan ayam selama memenuhi standar kesehatan dan halal.

Kantin sehat di sekolah ini juga menanamkan ajaran untuk saling berbagi. Anak-anak kurang mampu masih bisa mendapat makanan siang dengan prinsip subsidi silang dan donasi berbagai pihak. ”Ada sekitar 5 persen anak-anak yang dibebaskan dari iuran karena kondisi keuangan orangtua,” katanya.

Hasilnya, setelah sepuluh tahun berjalan, tak pernah ada kasus keracunan. Dapur ini bahkan meraih penghargaan terbaik pertama nasional kategori Sentra Pangan Jajanan/Kantin yang Memenuhi Syarat Higiene Sanitas dari Kementerian Kesehatan pada tahun 2022.

Pengakuan dan inspirasi
Ketekunan Sri melampaui batas sekolah. Ia dinobatkan sebagai Kepala Sekolah Inspiratif Kota Surakarta (2021), Kepala Sekolah Inspiratif Jawa Tengah (2021), serta Kepala Sekolah Penggerak dan Dedikatif Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Ia pun kerap diundang berbicara dalam forum nasional maupun internasional tentang kantin sehat. Tahun 2024, misalnya, ia tampil sebagai pembicara di Summer School ASEAN tentang program makan sekolah. Di berbagai forum, suaranya konsisten: sekolah adalah rumah kedua anak, dan rumah itu harus memastikan mereka tumbuh sehat, bukan sekadar pintar.

Namun, setelah sepuluh tahun berjalan mulus, muncul tantangan lain dalam bentuk program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG). Kebijakan pemerintah pusat ini mengharuskan makan siang dikelola vendor besar, bukan lagi dapur sekolah.

Bagi Sri, ini pukulan. ”Terus terang saya sedih, sekaligus cemas. Kalau digantikan MBG, siapa yang menjamin anak-anak tetap aman? Kami betul-betul tahu apa yang dimakan anak-anak di sini. Kalau MBG, semua jadi urusan vendor,” ucapnya lirih.

Meski kecewa, ia tetap berupaya mencari jalan dialog, menghubungi dinas pendidikan agar sekolahnya diberi kelonggaran. Sama seperti dulu, ia tidak melawan dengan amarah, melainkan dengan keteguhan karena rasa cinta untuk melindungi siswa-siswinya sebagai prioritas utama, apa pun tantangannya.

”Saya ingin tetap memperjuangkan dapur dan kantin sehat ini, kalaupun ada MBG berharap bisa dikelola sendiri oleh dapur di sekolah,” katanya.

Bagi Sri Sayekti, dapur sehat bukan cuma soal makan siang. Ia adalah warisan nilai kasih sayang yang dimasak, kebiasaan sehat yang ditanam, literasi keuangan yang diajarkan, dan keamanan pangan yang dijaga melalui standar ketat dan rasa tanggung jawab.

Saya ingin tetap memperjuangkan dapur dan kantin sehat ini, kalaupun ada MBG berharap bisa dikelola sendiri oleh dapur di sekolah.

Ketika seorang murid kembali menaruh piring-piring kosong yang telah dicuci bersih sambil tersenyum, Sri tahu perjuangannya tidak sia-sia. Piring itu bukan sekadar tanda perut kenyang, melainkan bukti sebuah pendidikan bisa tumbuh dari dapur sekolah.

Sri Sayekti
Lahir: Surakarta, 13 April 1971

Profesi: Kepala SD Muhammadiyah 1, Ketelan, Surakarta

Pendidikan: S-1 di Universitas Negeri Yogyakarta dan S-2 Program Studi Bahasa Indonesia di Universitas Widya Darma

Prestasi: – Kepala Sekolah Inspiratif Kota Surakarta 2021

  • Kepala Sekolah Inspiratif Jawa Tengah 2021
  • Kepala Sekolah Penggerak dan Dedikatif Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sumber: Kompas.id
SD Muhammadiyah 1 Solo