sdmuh1solo.sch.id – Pendidikan anti korupsi merupakan salah satu bentuk upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi yang dilakukan melalui pendidikan, baik formal maupun nonformal. Pendidikan anti korupsi memiliki fungsi antara lain,
1. Fungsi kognitif yakni menambah pengetahuan serta wawasan mengenai korupsi dan dampak massif yang ditimbulkan
2. Fungsi afektif yakni membentuk moral dan karakter anti korupsi peserta didik dengan cara menanamkan nilai-nilai anti korupsi dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan anti-korupsi diposisikan sebagai bagian pendidikan karakter bangsa yang sudah terlebih dahulu diterapkan dalam dunia pendidikan. Hal ini mengisyaratkan bahwa pendidikan antikorupsi adalah pendidikan karakter yang memberikan penekanan pada nilai-nilai integritas (antikorupsi).
Sebagaimana halnya dengan pendidikan karakter, pendidikan anti korupsi bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan antikorupasi merupakan usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya.
Untuk itu, pendidikan antikorupsi harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik (loving good ) atau moral feeling dan perilaku yang baik (moral action), sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik.
Sesuai dengan peran dan fungsi pendidikan, yaitu “pencegahan”, maka dunia pendidikan harus mampu membekali setiap peserta didik agar memiliki jati diri yang kuat sehingga mampu menjadi pejuang dan pelaku antikorupsi di masa datang.
Tantangan terberat yang dihadapi oleh dunia pendidikan saat ini adalah mendidik dan mengasuh (hospitality) peserta didik agar memiliki kompetensi dan berkepribadian atau berakhlak mulia di tengah-tengah perilaku masyarakat yang kurang mendukung, seperti: lemahnya pengendalian diri dan emosi, melakukan kecurangan tanpa merasa bersalah, kurangnya contoh keteladanan, menggandrungi cara-cara instan untuk mencapai sesuatu (mental menerabas), serta godaan untuk berperilaku konsumtif.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah kebiasaan memberikan upeti pada atasan atau memberikan hadiah sebagai ucapan terimakasih kepada orang yang telah membantu kita. Semua ini dapat menjadi penyebab terjadinya kontraproduktif dalam pencegahan tindakan korupsi.